Bekasi kembali diramaikan dengan semarak perayaan Cap Go Meh yang digelar pada Rabu, 12 Februari 2025. Acara ini menjadi penutup rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek 2576 yang dikenal sebagai Tahun Ular Kayu. Cap Go Meh, yang jatuh pada hari ke-15 setelah Imlek, bukan sekadar acara budaya bagi masyarakat Tionghoa, tetapi juga simbol kebersamaan dan harmoni antarumat beragama.
Kali ini, perayaan Cap Go Meh diadakan oleh Yayasan Pancaran Tri Dharma di Klenteng Hok Lay Kiong, Bekasi. Mengusung tema besar:
“Mari kita tanamkan sikap kerukunan dan toleransi antar umat beragama untuk Indonesia Maju.”
Tema ini mencerminkan harapan agar keberagaman yang ada di Indonesia semakin memperkuat persatuan dan memperkokoh tali silaturahmi antarumat beragama.
Acara tersebut turut dihadiri berbagai unsur Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Bekasi, termasuk Pj. Walikota Bekasi, Kapolres Bekasi, Dandim, serta perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat (ormas) dan elemen masyarakat lainnya. Kehadiran mereka menjadi bukti nyata dukungan pemerintah daerah dalam melestarikan budaya serta memperkuat nilai-nilai toleransi di tengah masyarakat.
Meski matahari bersinar terik, ratusan umat Buddha, Kong Hu Cu, dan masyarakat umum dari berbagai daerah seperti Bekasi Kota, Jakarta, Tangerang, dan Depok tak surut semangat untuk ikut bergembira merayakan Cap Go Meh. Mereka memadati area sekitar klenteng dan sepanjang jalur pawai, menciptakan suasana meriah penuh kehangatan.
Perayaan Cap Go Meh di Klenteng Hok Lay Kiong semakin semarak dengan pawai budaya yang dimulai tepat pukul 14.00 WIB. Rute pawai melintasi Jalan Juanda, Agus Salim, Perjuangan, dan kembali ke klenteng sekitar pukul 17.00 WIB.
Rombongan pawai menampilkan berbagai atraksi budaya yang memukau, mulai dari:
- Barongsai dan Liong yang menjadi ikon utama perayaan Tionghoa.
- Reog Ponorogo yang gagah dan penuh semangat.
- Marawis sebagai simbol akulturasi budaya Islam.
- Ondel-ondel khas Betawi yang ikut menyemarakan suasana.
- Barisan kesenian Nusantara yang mencerminkan keberagaman budaya Indonesia.
- Arak-arakan tandu dewa yang sarat akan tradisi spiritual masyarakat Tionghoa.
- Atraksi Tatung—aksi menegangkan dari para peserta yang mempertontonkan kekuatan supranatural mereka.
- Pasukan Paskibra dari Sekolah Ananda Bekasi yang turut memberikan penghormatan dalam pawai.
Kemeriahan pawai ini disambut riuh tepuk tangan masyarakat yang berjejer di pinggir jalan. Tak sedikit warga yang mengabadikan momen tersebut dengan kamera ponsel mereka, menciptakan suasana penuh keceriaan dan kebersamaan.
Dari keterangan Ir. Andi Trisna, salah satu panitia penyelenggara, ia menegaskan bahwa acara Cap Go Meh di Klenteng Hok Lay Kiong merupakan hasil dari swadaya umat. Tradisi ini sudah berlangsung puluhan tahun dan hanya sempat terhenti selama tiga tahun (2019–2022) akibat pandemi Covid-19.
Andi berharap perayaan ini tidak hanya menjadi ajang budaya semata, tetapi juga mempererat tali silaturahmi antarumat beragama di Bekasi maupun seluruh Indonesia.
“Saya berharap agar acara perayaan ini dapat mempererat silaturahmi antarumat beragama di Bekasi dan di seluruh Indonesia serta memperkokoh persaudaraan sesama anak bangsa, sehingga tidak ada lagi sekat-sekat atau dikotomi apa pun. Kita ini semua Bangsa Indonesia,” ujarnya.
Pernyataan ini sejalan dengan tema acara, menegaskan bahwa perbedaan agama, suku, dan budaya seharusnya tidak menjadi penghalang bagi persatuan. Justru keberagaman tersebut adalah kekayaan bangsa yang patut dijaga dan dirayakan.
Cap Go Meh di Bekasi tahun ini membuktikan bahwa budaya bisa menjadi jembatan untuk memperkuat solidaritas sosial. Selain sebagai momen spiritual bagi umat Tionghoa, perayaan ini juga membuka ruang bagi masyarakat luas untuk ikut merasakan kehangatan kebersamaan, tanpa memandang latar belakang.
Semoga semangat toleransi dan kerukunan yang terpancar dari Cap Go Meh tahun ini bisa terus menginspirasi seluruh masyarakat, membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih harmonis dan maju.
Gong Xi Fa Cai! / IGM.