-Bekasi. Kabupaten Bekasi kembali diterpa badai skandal besar yang mengguncang publik. Sebuah kasus pertanahan yang mencengangkan—dikenal sebagai kasus “pagar laut”—membuka tabir gelap praktik mafia tanah yang disebut-sebut melibatkan pejabat tinggi Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Wilayah perairan di Kampung Paljaya, Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, secara ajaib berubah menjadi “tanah pribadi” setelah sertifikat tanah diterbitkan tanpa prosedur yang benar. Fenomena tak masuk akal ini memunculkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin hamparan laut yang seharusnya menjadi milik publik bisa berpindah tangan ke segelintir pihak tertentu?
Enam Pejabat BPN Terjerat, Keterlibatan Orang Kuat Diduga Ada di Balik Layar
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, dengan tegas mengungkapkan bahwa enam pejabat BPN terlibat dalam skandal ini. Mereka terdiri dari lima Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan satu Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Salah satu sosok kunci dalam kasus ini adalah FKI, mantan ketua tim ajudikasi Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Bekasi tahun 2021, yang kini menjabat sebagai kepala seksi penetapan hak dan pendaftaran tanah di kantor pertanahan Cirebon.
Nusron Wahid mengisyaratkan bahwa praktik manipulasi sertifikat ini bukanlah kerjaan “kelas teri.” Ia menyebutkan bahwa perubahan status lahan yang luas ini tak mungkin dilakukan tanpa campur tangan pejabat berwenang dengan posisi kuat di dalam tubuh BPN.
Sertifikat Hak Milik di Atas Laut: Sebuah Kejanggalan yang Memekakkan Nalar
Kasus ini semakin mencengangkan setelah ditemukan bahwa Sertifikat Hak Milik (SHM) diterbitkan untuk lahan seluas 11 hektar—yang nyatanya adalah wilayah perairan. Sebidang laut secara ajaib “bergeser” menjadi tanah pribadi, melampaui kasus serupa di Kohod.
Modus yang digunakan disebut melibatkan manipulasi peta secara sistematis, di mana batas wilayah digeser seolah-olah laut tersebut adalah daratan yang bisa dimiliki. Ini bukan sekadar kelalaian, melainkan sebuah aksi terstruktur yang mengindikasikan permainan kelas kakap.
Dari Mafia Tanah ke Mafia Laut: FORKAMAH Tuntut Keadilan
Tak hanya pemerintah, masyarakat pun geram. Forum Komunikasi Masyarakat (FORKAMAH) tak tinggal diam. Mereka menyerukan tindakan tegas, mendesak agar Kepala BPN Kabupaten Bekasi segera dicopot.
FORKAMAH menuding BPN Kabupaten Bekasi gagal melaksanakan tugasnya secara profesional. Kasus eksekusi tanah di Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, dinilai penuh kejanggalan dan mengaburkan informasi ke masyarakat.
Gelombang protes ini bukan hanya soal pagar laut, tetapi juga simbol ketidakpuasan masyarakat terhadap carut-marutnya tata kelola pertanahan di Bekasi.
Kementerian ATR/BPN dan KKP Bergerak: Benteng Mafia Mulai Runtuh?
Sebagai respons, Kementerian ATR/BPN melaporkan dugaan pemalsuan surat, pemalsuan akta otentik, dan penyalahgunaan wewenang ke aparat penegak hukum. Kasus ini bahkan sudah naik ke tahap penyidikan, menandakan keseriusan pemerintah memberantas mafia tanah—atau kali ini, mafia laut.
Tak berhenti di situ, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga turun tangan. Mereka membongkar pagar laut ilegal di perairan Bekasi, yang dibangun oleh PT TRPN dalam proyek reklamasi tanpa izin. Perusahaan itu akhirnya mengakui pelanggaran dan siap menerima sanksi, termasuk membongkar pagar yang dianggap melanggar hukum.
Gelombang Perlawanan: Masyarakat Menanti Keadilan
Kasus “pagar laut” ini bukan hanya persoalan hukum semata. Ia telah menjadi simbol betapa tanah dan laut—yang seharusnya menjadi hak publik—bisa dengan mudah “dialihkan” ke tangan segelintir elite.
Masyarakat kini menanti keadilan. Mereka berharap skandal ini bukan sekadar sensasi sesaat, melainkan titik awal untuk membersihkan mafia tanah yang telah lama menghantui negeri ini.
Akankah ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperkuat integritas pengelolaan pertanahan? Atau justru hanya akan berakhir sebagai cerita klasik tentang kejahatan berdasi yang lolos dari jerat hukum? Waktu akan menjawab.
Team Investigasi.