“Aturan Tanpa Dasar: Dugaan Kesewenang-wenangan di Kantor Pemkab Bekasi”

tentaraOked
Soemantri dimeja pelayanan
Soemantri dimeja pelayanan

Kabupaten Bekasi, 2025 – Di sudut sebuah ruangan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat  duduk seorang petugas bernama Soemantri bagian EPO Tak ada papan nama di mejanya, tapi dari mulutnya keluar kalimat yang akan menjadi awal dari pertanyaan besar tentang kekuasaan birokrasi di level paling bawah: “Surat kuasa tidak berlaku.”

Kalimat ini tidak hanya membatalkan satu urusan administratif. Ia membuka kotak pandora dari praktik pelayanan publik yang seringkali berjalan di luar hukum tertulis. Bukan karena kurangnya aturan, tapi karena berlimpahnya arogansi kecil yang dibiarkan tumbuh di balik meja-meja pelayanan.

Satu Surat Kuasa, Seribu PenolakanSurat kuasa adalah salah satu instrumen hukum paling dasar dalam praktik administrasi. Hukum Indonesia tidak pernah menyatakan surat kuasa sebagai dokumen ilegal dalam urusan kependudukan. Bahkan dalam Permendagri Nomor 108 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 disebutkan bahwa pengurusan dokumen kependudukan dapat dilakukan melalui perwakilan, selama dilengkapi surat kuasa yang sah.

Namun, di Kabupaten Bekasi, prinsip hukum ini seolah tak berlaku.

Awal bulan Juni  ini, saya mencoba membantu seorang teman mengurus surat pindah domisili dari Administrasi Kabupaten Bekasi ke Administrasi Kota Jakarta. Semua berkas lengkap, baik itu Asli dan fotokopi  termasuk surat kuasa dengan materai Rp10.000. Tapi saat berhadapan dengan petugas Disdukcapil bernama Soemantri, semua dokumen itu seolah kehilangan nilai hukumnya. Ditolak mentah-mentah. Tanpa dasar hukum. Tanpa argumen yang masuk akal.

Ketika ditanya mengenai dasar aturan, sang petugas hanya berkata, “Saya hanya menjalankan perintah pimpinan.” Namun saat ditanya siapa pimpinan yang dimaksud, jawabannya adalah hening. Seolah ada hierarki tak kasat mata di balik meja itu, seperti kementerian dalam kementerian—lengkap dengan peraturannya sendiri.

Praktik Sistemik atau Kekeliruan Individual?—-Untuk menjawab pertanyaan ini, kami melakukan penelusuran kecil. Dalam waktu singkat, tim kami berhasil mewawancarai warga yang pernah mengurus dokumen di Disdukcapil Kabupaten Bekasi. Dari orang- orang tersebut, empat mengalami penolakan serupa saat mengurus melalui kuasa.

Salah satu warga, (nama disamarkan), seorang buruh pabrik yang tinggal di Tambun, mengaku harus bolak-balik cuti kerja hanya karena Disdukcapil menolak permintaan suaminya mengurus akta kelahiran anak mereka lewat surat kuasa.

“Padahal suratnya sudah bermaterai, dan saya tandatangani sendiri. Tapi tetap ditolak. Saya sampai kena tegur HR terancam PHK karena ambil cuti dua kali,” keluhnya.

Bahkan, menurut salah satu sumber internal yang enggan disebutkan namanya, penolakan surat kuasa ini bukan kebijakan resmi, tapi “sudah menjadi kebiasaan kantor” karena menghindari tanggung jawab jika terjadi kekeliruan dokumen.

“Kadang ada yang pakai kuasa tapi ternyata datanya nggak cocok. Akhirnya, kantor pilih aman, ditolak aja semua. Walaupun aturannya nggak seperti itu,” ujarnya.

Namun di sinilah letak persoalannya: ketika sebuah instansi pelayanan memilih “jalan aman” dengan melanggar hukum, yang menjadi korban adalah rakyat kecil. Mereka yang tak bisa datang sendiri karena kerja, sakit, atau keterbatasan lain. Kebijakan informal ini menjelma menjadi alat penyiksaan administratif.

Birokrasi yang Tumbuh dari Ketakutan dan Ketidaktahuan—- Apa yang terjadi di Disdukcapil Kabupaten Bekasi bukanlah kasus tunggal. Di banyak daerah lain, masalah serupa terjadi: petugas tidak memahami aturan yang mereka jalankan. Lebih buruk lagi, sebagian memilih menciptakan aturan baru atas nama “perintah pimpinan” yang tak pernah tertulis.

Dalam sistem yang semestinya tunduk pada hukum, ketidaktahuan tidak bisa menjadi alasan untuk menolak hak warga. Tapi dalam praktiknya, ketidaktahuan itu justru menjadi tameng untuk memperkuat kuasa: kuasa untuk menolak, menunda, dan mempermainkan.

Ketika Meja Lebih Berkuasa dari Undang-UndangSurat kuasa yang sah secara hukum menjadi tidak berlaku hanya karena seorang petugas berkata demikian. Maka wajar jika kita bertanya: siapa sebenarnya yang berkuasa di balik meja itu?

Apakah ini hanya soal pegawai kecil yang salah kaprah, atau sistem birokrasi yang memang membiarkan kekuasaan mikro itu tumbuh tanpa pengawasan?

Seorang akademisi yang kami hubungi mengatakan, “Yang berbahaya adalah ketika diskresi birokrasi tak punya batas. Meja petugas jadi panggung kekuasaan. Warga tak hanya berurusan dengan dokumen, tapi dengan tafsir pribadi terhadap hukum.”

Panggilan untuk Perubahan—- Jika Pemkab Bekasi sungguh ingin membenahi pelayanannya, perbaikan tak bisa hanya di level teknis bukan sekedar Jargon. Dibutuhkan keberanian untuk mengakui bahwa sistem pelayanan saat ini terlalu longgar dalam pengawasan, terlalu lentur dalam penafsiran hukum, dan terlalu nyaman dengan pembiaran.

Karena jika tidak, pelayanan publik akan terus menjadi arena kekuasaan informal. Meja-meja kecil di kantor pemerintahan akan terus menjadi singgasana kecil, tempat di mana ego pribadi lebih tinggi dari konstitusi negara.

Dan surat kuasa, simbol dari kepercayaan dan delegasi dalam hukum perdata, akan terus diperlakukan seperti kertas tak berarti.

Akhir Kata: Kami Menunggu Penjelasan Resmi

Melalui laporan ini, kami meminta klarifikasi resmi dari Disdukcapil Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Kabupaten Bekasi:

  1. Apakah ada aturan tertulis yang menyatakan surat kuasa tidak berlaku?
  2. Jika tidak ada, mengapa kebijakan ini terus berlangsung?
  3. Siapa yang bertanggung jawab atas penolakan sistemik ini?

Kami membuka ruang hak jawab dan akan mempublikasikan tanggapan pihak terkait dalam laporan lanjutan.

Sampai saat itu tiba, kami hanya bisa menuliskan satu kesimpulan:
“Di balik meja pelayanan itu, mungkin memang ada Menteri Dalam Negeri sendiri .”

Laporan ini disusun berdasarkan pengalaman pribadi, investigasi lapangan, wawancara langsung, dan telaah terhadap regulasi. Jika Anda memiliki pengalaman serupa, hubungi redaksi untuk kami tindak lanjuti.

-IGM-

12373883853515033601
iklan-e
393933404023790490

Berita Internasional

Pengunjung