Djakarta—-Di balik rilis mutasi resmi jajaran TNI yang biasanya berjalan senyap, kali ini justru memunculkan kegaduhan. Dua perwira tinggi, Letjen Kunto Arief Wibowo dan Letjen Nugroho Sulistyo Budi, menjadi sorotan setelah keputusan mutasi mereka diralat dan digeser dalam waktu singkat. Fakta-fakta yang terkuak kemudian membuka pertanyaan lebih besar: siapa yang sebenarnya bermain di balik dinamika ini?
Kunto Arief Wibowo—: Antara Jalur Komando dan Darah Biru Militer—Letjen Kunto Arief Wibowo, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I) sekaligus putra dari mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, awalnya diumumkan dimutasi dari jabatannya. Namun hanya dalam hitungan hari, keputusan itu dibatalkan. Surat Keputusan baru bernomor Kep/554a/IV/2025 diterbitkan, membatalkan mutasi dan menegaskan bahwa Kunto tetap di posisinya.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, menjelaskan bahwa pembatalan ini terkait kebutuhan strategis dan kesiapan operasional di wilayah tugas. Namun di balik penjelasan normatif itu, sumber internal menyebut bahwa tekanan dari figur-figur senior purnawirawan bisa jadi mungkin ikut berperan dalam keputusan tersebut.
Apakah ini indikasi bahwa garis komando militer masih rentan diintervensi oleh jejaring kekuasaan non-struktural? Sejumlah pengamat pertahanan menyebut ini bukan sekadar urusan teknis, tetapi mencerminkan ketegangan antara profesionalisme dan loyalitas historis dalam tubuh TNI.
Letjen Nugroho—: Mutasi Sebelum Menjabat, Jejak Tim Mawar yang Membayangi— Berbeda dengan Kunto, Letjen Nugroho Sulistyo Budi justru ditarik dari posisinya sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebelum sempat dilantik. Mutasi ke jabatan Perwira Tinggi Mabes TNI AD diumumkan hanya beberapa waktu setelah SK pelantikan sebagai Kepala BSSN keluar. Pihak TNI menyebut alasan mutasi ini adalah karena Letjen Nugroho akan segera memasuki masa pensiun. Namun, ada yang tak bisa diabaikan. Nugroho dikenal memiliki latar belakang intelijen dan sempat menjabat sebagai Irutum BIN. Ia juga dikaitkan dengan Tim Mawar—unit bayangan di tubuh Kopassus yang namanya mencuat dalam kasus aktivis 1998.
Apakah mutasi mendadak ini adalah upaya untuk meredam potensi kontroversi yang lebih besar? Atau ada friksi internal dalam penunjukan pejabat strategis di sektor siber dan pertahanan digital negara?
Kesimpulan—: Mutasi atau Manuver Politik?— Kisruh mutasi ini tak bisa dipandang sekadar sebagai dinamika rutin dalam tubuh militer. Ralat cepat, alasan pensiun yang mendadak, dan jejak-jejak masa lalu yang belum tuntas menimbulkan pertanyaan: apakah profesionalisme militer masih bisa tegak tanpa dibayangi intervensi eksternal?
Seorang analis militer yang enggan disebut namanya mengatakan, “Mutasi ini seolah jadi panggung kecil dari pertarungan kekuasaan yang lebih besar. Kita sedang menyaksikan drama di balik lorong-lorong markas besar TNI.”
IGM